AYo Berbagi

Mengenang Syech Oesman Sahbudin, Mursyid Tareqat, Pejuang Peristiwa Bendera Di Bagansiapiapi

Penulis : Datuk H.Yan Faisal

(Wartawan Senior/ Penggiat Sejarah di Bagansiapiapi)

 

Bagansiapiapi. Sejarah dan catatan sejarah dari suatu peristiwa perlu di catat dan di tulis untuk dikenang dan di pelajari.

Hal ini diperl6agar anak, cucu, serta generasi mendatang dapat mengetahui sekaligus untuk mengambil iktibar dan pelajaran serta tidak hilang di masa mendatang.

Kali ini penulis menyajikan kepada pembaca tentang sosok Syech Oesman Sahabudin atau lebih dikenal dengan sebutan Syech Darah Putih bagi masyarakat Bagansiapiapi, Rokan Hilir Riau.

Sosok Syech Oesman Sahabudin tidak saja dikenal di Bagansiapiapi Riau, akan tetapi beliau juga di kenal di Batu Pahat, Johor Malaysia.

Beliau terkenal sampai ke negeri seberang karena pernah ditugaskan Tuan Guru Syech Abdul Wahab Rokan, yang merupakan Guru Tariqat Naksyabandiah mengajar Tariqat di Batu Pahat Johor Malaysia.

Pada tahun 1920, setelah kembali dari belajar di Makkah dengan gurunya Syech Ali Ridho dan mendapat ijazah dua cap stempel sebagai pertanda memperbolehkan beliau mengajar dan mengembangkan tariqat yang nasaznya sampai ke Nabi Muhammad SAW.

Sekembalinya Syech Oesman Sahabudin ke Indonesia mengajar Tariqat Naksabandiah di Batu Pahat, Johor, Malaysia dan lama disini kemudian kembali ke Bagansiapiapi mendirikan rumah suluk di Batang Nibung ( sekitar Bagan Jawa) pada Tahun 1920.

Rumah suluk ini berkembang dengan pesat, lalu mendirikan rumah suluk lagi di Jalan Madsarah Bagansiapiapi pada Tahun 1925.

Rumah suluk yang didirikan Syech Oesman Sahabudin semakin dikenal banyak melahirkan murid sehingga menjadi pusat belajar tariqat naksyabandiah yang cukup dikenal masa itu.

Hal ini membuat Sultan Syarief Qasim II, Sultan Kerajaan Siak Sri Indrapura pada 1 Juni 1928 mengangkat Syech Oeman Sahabudin menjadi Imam Distrik di Bagansiapiapi membawahi Kenegerian Kubu, Bangko dan Tanah Putih.

Syech juga bertugas sebagai Hakim Peradilan Kerapatan Distrik dan Pengadilan Agama, lalu pada Tahun 1937, Sultan mengundang Syech Oesman pada acara meresmikan Mesjid Senapelan Pekanbaru usai dilakukan pemugaran.

Dalam catatan sejarah selama bertugas sebagai Hakim, sosok ini terkenal tegas dan keras dengan setiap keputusan yang di putuskanya.

Sosok Syech ini juga terkenal tegas dalam mengambil tindakan dan keputusan jika terkait hukum syariah dan Baabul Al Qawaid di masa Kesultanan Siak Sri Indrapura.

Dalam peristiwa Bendera atau dikenal dengan Peristiwa Bagansiapiapi Pertama pada 12 Maret 1946, Syech Oesman Sahabudin memimpin perjuangan dan ikut mengibarkan bendera merah putih di sekitar Rumah Sakit Umum Dr.Protomo.

Pada saat peristiwa itu terjadi dan menantang berkibarnya bendera bintang dua belas atau bendera Kuo Min Tang di Bagansiapiapi oleh etnis Tionghua.

Hari berlalu, bulan berlalu, kemudian pada 18 September 1946 dalam Peristiwa Bagansiapiapi II, Guru Tariqat Naksyabandiah ini bersama tokoh Agama, pejuang rakyat dan pemuda ini meninggal dunia saat memimpin pejuang Bagansiapiapi mempertahankan bendera merah putih.

Beliau memimpin pasukan dengan zikir, tahlil dan kebal terhadap peluru dan senjata tajam.

Akan tetapi, takdir ajal berkata lain, Syech Oesman Sahabudin menurun saksi mata saat itu dan dalam catatan sejarah,  meninggal dunia setelah senjatanya dirampas dan dihunus ketubuhnya.

Kemudian oleh seseorang jasadnya dibuang ke Sungai Garam dan menurut cerita saksi mata saat peristiwa tersebut dari tubuh Syech ini keluar darah berwarna putih bukan merah, beliau suhada.

Jasadnya tidak ditemukan hingga saat ini walaupun pencarian oleh masyarakat dan turunya TNI, Pemerintah dari Pematang Siantar Sumatera Timur( sekarang Sumatera Utara).

Telah terungkap bahwa pisau yang dirampas dan dihunuskan ke tubuh beliau merupakan pisau pemberian dari Panglima Hitam atau dikenal dengan nama Syech Haji Abdul Hakim Al Khalidi Naqsabandiah.

Syech Usman suhada bersama 42 orang pejuang rakyat terbunuh dalam konflik bendera merah putih karena bereaksi terhadap dibaikanya bendera Kuo Min Tang sehingga terjadilah Peristiwa Bagansiapiapi II (Dua) di tahun 1946.

Syech Chalifah Oesman Sahabudin tercatat dan masuk daftar Pahlawan Veteran RI di Legiun Veteran Kecamatan Bangko.

Hal tersebut dituliskan oleh Serka Muhammad Tohar NRP 339063 sebagai Pahlawan yang gugur papan khas di Taman Makam Pahlawan Bagansiapiapi tanggal 10 November 1960.

Lebih jauh inilah sosok Syech Chalifah Oesman Sahabudin, beliau selain Tuan Guru Tariqat Naksyabsndiah, Imam Distrik, Hakim Syariah Kesultanan Siak Sri Indrapura, juga seorang penulis kitab dan buku tariqat dan pejuang Kemerdekaan, turut mengisi kemerdekaaan dan mempertahankan kemerdekaan hingga syahid demi kedaulatan NKRI di dalam peristiwa bendera tersebut.

Silsilah Syech Chalifah Oesman Sahabudin dan zuriatnya mari kita simak dan selusuri tokoh yang satu ini .

Syeh Oesman Sahabudin di lahirkan di Tanah Putih Tahun 1875 Masehi.

Anak dari pasangan HM.Sholeh atau lebih dikenal dengan panggilan Lebai Muhammad Sholeh dengan Bidah yang merupakan keturunan dari Sultan Ibrahim , Perdana Menteri dan saudara sepupu Sultan Langkat ke 9 yaitu Sultan Abdul Jalil Rahmasyah.

HM.Sholeh seorang Guru Tariqat Samaniyah serta pembawa sekaligus guru silat 21 di Kenegerian Tanah Putih, Siak saat itu dan salah seorang muridnya yang terkenal adalah TM.Judo yang juga penerus seni silat bela diri 21 ini.

Syech Oesman kecil serupa dengan anak-anak biasa seusianya, namun diajarkan ilmu agama sebagai anak seorang guru tariqat, rajin, alim dan pandai mengaji serta memiliki ilmu fiqih yang tinggi.

Syech Oesman Sahabudin juga belajar dengan Tuan Guru Syech Abdul Wahab Rokan yang memintanya melanjutkan ilmu agama ke Makkah dari Tahun 1913 sampai Tahun 1920 dibawah asuhan Syech Ali Ridho di Jabbal Qubais Mekkah.

Setelah 7 Tahun di Mekkah, ia lalu pulang ke Indonesia, dan ia di tugaskan Syech Abdul Wahab Rokan mengajar Tariqat ke Batu Pahat, Johor Malaysia, beliau pun mengiyakan dan menjalankan tugas tersebut.

Lama di Batu Pahat Johor dan Selangor Malaysia Tuan Guru ini kembali ke Bagansiapiapiapi lalu mendirikan rumah suluk di Bagan Nibung dan kemudian pindah ke Jalan Madrasah Bagansiapiapi di Tahun 1925.

Beliau memiliki istri bernama Aisyiah (wafat Tahun 1979) di usia 105 Tahun, dikaruniai anak yang pertama Chalifah Rozali (Mursyid/Tuan Guru II), Ahmad, Chalifah Madian (Mursyid/Tuan Guru III) yang pernah menjadi Ketua Majelis Kerapatan Adat Melayu Riau, Rokan Hilir, Chalifah Yusuf, Fatimah Chadijah dan Hafsah.

Hingga kini sebagai Tuan Guru IV adalah Chalifah Idris Bin Chalifah Rozali penerus guru tariqat rumah suluk tersebut Syeh Oesman Sahabudin.

Dalam catatan sejarah Peristiwa Bendera Bagansiapiapi I, Bulan Maret 1946 dan Peristiwa Bendera Bagansiapi II, 18 September 1946 gelora mempertahankan Kemerdekaan kental dan kompak di Bagansiapiapi yang saat itu merupakan daerah Kewedanaan.

Mulai dari masyarakat, guru Tariqat, guru agama, serta para tentara pejuang rakyat bahu membahu mempertahankan kemerdekaan RI sari pihak-pihak tertentu untuk bercokol kembali kolonial Belanda dan pergerakan bersenjata dari kelompok atau etnis Tionghua yang masa penhajahan menjadi onderbaw penjajah sehingga membuat gelora mempertahankan Kemerdekaan Republik ini.

Kita dapat memetik pelajaran dari sosok Tuan Guru Syech Oesman Sahabudin guru tariqat rumah suluk Naksyabandiah Bagansiapiapi ini berjuang dengan gigih dengan zikir, tahlil, takbir bergerak mempertahankan bendera merah putih dan kedaulatan negara di Kota pesisir Pulau Sumatera Bagansiapiapi yang dikenal penghasil ikan nomor dua di dunia setelah Norwegia.

Sangatlah wajar jika Syach Oesman Sahabudin ini mendapat anugrah gelar veteran dan garapan kita juga meraih gelar Pahlawan.

Apakah itu Nasional, Tingkat Provinsi Riau atau dari Kabupaten Rokan Hilir.

Hingga kini jasad beliau tidak ditemukan, tidak punya makam, namun sejarah mencatat perjuanganya sebagai Veteran.

Rumah suluk tempat tariqat hingga kini menjadi tempat belajar tariqat dimana muridnya berdatangan dari berbagai daerah di Riau.

Setiap mengingat Peristiwa Bendera Bagansiapiapi Tahun 1946, banyak orang akan mengingat kembali sosok dan sejarah perjuangan Syech Oesman Sahabudin yang penuh historis dan semangat juang tersebut. ****

(Ucapan terima kasih disampaikan kepada Adia Ferizko.S.Sos.Msi yang merupakan Dosen Unilak Riau, telah memberikan bahan, masukan atas tulisan ini, sekaligus merupakan cicit Syech Chalifah Oesman Sahabuddin).