10 Oktober, 2024
AYo Berbagi

Kejati Riau Ajukan Tiga Restorative Justice untuk Disetujui JAM-Pidum 

Pekanbaru- Kejaksaan Tinggi Riau melaksanakan Video Conference Ekspose Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dengan Dir. Oharda Nanang Ibrahim Soleh, SH., MH.

Dalam Ekspose Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif Selasa (9/7/2024) diruang rapat tersebut dihadiri oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Akmal Abbas, SH., MH, Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Riau Dr. Silpia Rosalina, SH., MH, Kepala Kejaksaan Negeri Dumai Pri Wijeksono, S.H., M.H, Kepala Kejaksaan Negeri Indragiri Hilir Nova Fuspitasari, S.H., M.H dan Para Kasi pada bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Riau.

Terkait Pengajuan Penghentian Restoratif Justice tersebut, Plh. Kasi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Riau Iwan Roy Carles, SH., MH., menyampaikan bahwa pengajuan 3 (tiga) perkara untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan Restoratif Justice disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI dengan pertimbangan telah memenuhi Pasal 5 Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor : 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum Nomor : 01/E/EJP/02/2022 Tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum antaranya:

1. Tersangka Herwan perkara dari Kejari Inhil dimana Tersangka disangkakan melanggar pasal 378 KUHP atas perbuatanya menjanjikan Saksi Korban Jamriah menjadi tenaga honorer di Kantor Depag dengan memberikan sejumlah uang sebesar Rp.17.750.000 kepada Tersangka yang pada kenyataannya janji tersebut tidak dapat terlaksana sehingga Saksi Korban mengalami kerugian sejumlah nominal diatas.

Setelah perkara dimaksud diserahkan kepada JPU kemudian dilakukanlah upaya perdamaian yang diinisiasi Jaksa Fasilitator sehingga para pihak menyatakan perdamaian dengan syarat ganti kerugian kepada korban, ancaman pidana dibawah 5 tahun, mendapat pemaafan dari keluarga korban dan baru pertama kali melakukan tindak pidana.

2.  Tersangka Okto Sufrianto dari Kejari Dumai yang disangkakan melanggar pasal 372 KUHP atas perbuatanya menggadaikan 1 unit sepeda motor tanpa izin pemilik Saksi Korban Santoso guna membayar biasa pengobatan adik Tersangka sehingga Saksi Korban mengalami kerugian sebesar Rp.17.000.000,-.

Setelah hasil penyidikan dinyatakan lengkap dan diserahkan kepada JPU kemudian JPU memfasilitasi agar perkara ini dapat dilakukan perdamaian para pihak. Setelah berupaya maksimal, para pihak bersepakat untuk melakukan perdamaian tanpa syarat, Saksi Korban memaafkan perbuatan Tersangka atas dasar kemanusiaan, Ancaman pidana dibawah 5 tahun, Mendapat respon positif dari masyarakat dan Tersangka baru pertama melakukan tindak pidana.

3.  Tersangka Teja Lesmana dari Kejari Pekanbaru yang disangkakan melanggar pasal 362 berupa pencurian terhadap 1 unit hp yang sedang di cas milik Saksi Korban Leonardo yang sedang berjaga di pos security sehingga merugikan Saksi Korban sebesar Rp.3.000.000,-.

Setelah perkara tersebut diserahkan kepada JPU dan difasilitasi untuk perdamaian, para pihak bersepakat untuk berdamai tanpa syarat tanggal 04 Juli 2024 di Kejari Pekanbaru yang disaksikan para tokoh masyarakat dan mendapat respon positif, kerugian tidak lebih dari Rp.2.500.000 dan ancaman pidana dibawah 5 tahun.

Plh. Kasi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Riau Iwan Roy Carles, SH., MH., juga menyampaikan, alasan pemberian penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif ini diberikan yaitu :

1. Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf kepada korban dan korban sudah memberikan maaf kepada tersangka;

2. Tersangka belum pernah dihukum;

3. Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

4. Ancaman pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun;

5. Tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya;

6. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela (tanpa syarat) dimana kedua belah pihak sudah saling memaafkan dan tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke persidangan;

7. Masyarakat merespon positif penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

Selanjutnya Kepala Kejaksaan Negeri Pekanbaru, Kepala Kejaksaan Negeri Dumai dan Kepala Kejaksaan Negeri Indragiri Hilir menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif justice sebagai perwujudan kepastian hukum berdasarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan terang Plh. Kasi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Riau Iwan Roy Carles, SH., MH., saat dikonfirmasi media ini (Suriman)