Penulis : H.Yan Faisal
Batam . Nama Pulau Rempang-Galang telah dikenal sejak Abad ke 17 Masehi lalu, semasa Sultan Sulaiman Dadrul Alamsyah I, Sultan Kerajaan Riau-Lingga berkuasa.
Bahkan Rempang-Galang ini tempat tinggal prajurit perang pasukan pimpinan Haji Fisabillillah dan Sultan Mahmud Riayat Syah pada masa perang Riau I (Pertama) di Tahun 1782-1784 .
Sultan Mahmud Riayat Syah memutuskan Kerajaan yang dipimpinya pindah ke Daik-Lingga, maka pulau ini saat itu dihuni prajurit kerajaanya karena sengaja tinggal dan di jadikan daerah pertahanan oleh kerajaan tersebut.
Generasi inilah turun-temurun menjadi penghuni pulau Rempang-Galang berabad-abad lamanya sampai hari ini.
Namun sontak seluruh jagat negeri Melayu di Indonesia di kejutkan tiba-tiba saja sejak 8 September 2023 lalu netizen Indonesia dan belahan dunia lainya mendengar tragedi Rempang-Galang disuguhkan oleh vidio visual, photo dan berita dimana masyarakatnya turun dengan ribuan massa menggelar aksi demontrasi untuk mempertahankan pulau tersebut yang telah mereka huni tiba-tiba akan di gusur dengan kehadiran Mega Proyek disini.
Padahal pulau yang indah ini ditaklukan lalui dikuasai Belanda melalui perusahaan dagangnya VOC dari tangan Raja-Raja Melayu di Tahun 1784 silam.
Catatan sejarah panjang Rempang-Galang ini pada tanggal 4 Februari 1930 Controleor Onder Rafdeling Tanjung Pinang P.Wink mengunjungi daerah ini.
Kunjungan ini tercatat dalam Verslag Vaan Een Bezoek On De Deret Van Rempang, masapun berlalu hinggalah Belanda angkat kaki dari Indonesia di awal Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.
Rempang di awal kemerdekaan hanya menjadi sebuah daerah di pulau kecil yang dihuni masyarakat tempatan dari anak cicit keturunan prajurit dari pasukan yang dipimpin Raja Haji Fisabillillah dan Sultan Mahmud Riayat Syah saat itu.
Melalui Kepres Nomor : 28 Tahun 1992 daerah ini sebagai daerah kerja Pulau Batam yang di perluas dan saat itu masih berada dalam Provinsi Riau.
Kondisi Rempang berubah dari kampung menjadi 2 (dua) Kelurahan yakni Rempang Cate dan Subulang.
Di 2 Kelurahan ini ada 16 Kampung tua warga asli yang menetap sejak Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah I.
Suku Bangsa Melayu, ada juga orang laut, orang darat menetap disini dengan hidup rukun dan damai dengan berprofesi petani dan nelayan.
Rempang yang kita kenal saat ini letak dan posisinya berada di pesisir Pulau Batam dengan luas 16.500 Hektar berpenduduk sekitar 20.000 jiwa.
Tiba-tiba sontak menjadi perhatian Nasional bahkan Internasional, padahal daerah ini juga menjadi lokasi dan pertanian dan perikanan Sembulang.
Tersiar khabar penduduk pulau ini akan tergusur di relokasi karena akan dijadikan Mega Proyek oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) untuk Pusat Kawasan Pemukiman Ekonomi Baru .
Luas Rempang 16.500 Hektar ini akan terkena digasak oleh proyek seluas 7.572 Hektar atau 45,89 persen, membuat 16 Kampung Tua dan warganya akan tergusur.
Rencana pengelola pembangunan Eco City ini membuat masyarakat setempat keberatan untuk meninggalkan kampung nenek-moyang mereka.
Saat perang Vietnam Tahun 1975-1979 daerah ini menjadi tempat tujuan pelarian dan pengungsi Vietnam yang di kenal dengan Manusia Perahu.
Daerah ini juga menjadi daerah stategis RI karena berdekatan dengan Negara Singapura, Malaysia juga Vietnam.
Hingga hari ini masyarakat dari 16 Kampung tua ini tetap berupaya mempertahankan tanah leluhurnya yang sudah di huni turun-menurun.
Akhirnya memuncak dengan aksi unjuk rasa.
Kondisi ini menjadi issu Bangsa dan Melayu karena memang Melayu penghuninya sejak berabad-abad silam.
Dukungan berdatangan dari luar Batam dari Bangsa rumpun Melayu di berbagai daerah di Indonesia bahkan berdatangan membantu serta mendukung perjuangan saudara-saudara mereka di Rempang dan Galang.
Belasan atau puluhan orang pelaku aksi unjukrasa kabarnya telah di tangkap dan diamankan pihak keamanan setempat.
Kondisi ini membuat berbagai elemen masyarakat, Ormas mendukung serta membuat pernyataan sikap memprotes keras kebijakan sepihak yang jelas menjejaskan masyarakat melayu Rempang-Galang.
Aksi unjukrasa terjadi tidak hanya di Batam, terjadi di Kota-kota besar di Indonesia dan dimana-mana sebagai bentuk dukungan kepada masyarakat Rempang-Galang.
Bayangkan 16 Kampung Tua akan hilang, sementara 7.500 jiwa atau sekitar 3.000 KK akan terpaksa hengkang .
Tersyiar pula khabar karena 28 September 2023 daerah tersebut sudah harus di kosongkan.
Konflik fisik saat aksi unjukrasa kemaren menjadi peristiwa Nasional karena ada gas air mata nata, kekerasan, bentrok karena pulau tersebut konon di kuasai Investor China .
Juga disebut-sebut pula nama seorang pengusaha ternama di Indonesia di belakangnya, entahlah dan entah sampai kapan kondisi ini terjadi, namun kita berharap Bangsa dan NKRI tercinra ini tetap damai dan melindungi segenap tumpah darah Indonesia dan rakyatnya. (***)