26 April, 2024
AYo Berbagi

Melawan Lupa !! Bagansiapiapi Berdarah 18 September 1946

Penulis : H.Yan Faisal

Ayoberbagi.co.id–Bagansiapiapi–Tanggal 18 September 2021 atau 75 Tahun silam pernah terjadi peristiwa berdarah 18 September 1946,yang membuat sejarah kelam yang menjadi catatan sejarah untuk masyarakat Bagansiapiapi.

Sejarah ini untuk diketahui sebagai sejarah Bagansiapiapi untuk anak dan Cucu kita dimasa akan datang.

Peristiwa berdarah  tersebut berawal dari tragedi bendera dan huru-hara dari peristiwa berdarah Bagansiapiapi Pertama pada Bulan Maret 1946.

Bagi masyarakat  Bagansiapiapi Riau jika mengingat Bulan Maret 1946 maka  teringat pula akan pertempuran berdarah di kenal  tragedi  Bagansiapiapi .

Peristiwa kelam pertumpahan darah dalam rangkaian rentetan setelah Kemerdekaan RI 1945 yang di Proklamirkan Soekarno- Hatta di Jakarta.

Gelora kemerdekaan peristiwa heroik berdarah tentang bendera sang Merah Putih juga terjadi di Bagansiapiapi karena warga Tionghua saat itu menaikan (mengibarkan) bendera Khomintang atau bintang dua belas.

Bagaimana sejarah itu,

Ini dia kronologi latar belakang  dari tulisan-tulisan sejarah lalu di tulis dalam bahasa sederhana  mengingat tragedi tewasnya Kapitan Lim Cim Poh yang menemui ajalnya di simpang jalan tak jauh dari sebuah kedai kopi dekat kantor Weedana Jalan Merdeka Sekarang Kantor LPSE Kabupaten Rokan Hilir Bagansiapiapi.

Walau pertempuran Bulan Maret 1946 sudah di damaikan namun sebatas  hanya di atas kertas saja saat itu rasa saling Curiga masih ada antara warga Tionghua terhadap warga pribumi Bagansiapiapi.

Hari berganti bulan akhirnya pada Bulan Agustus 1946 terjadi  peristiwa Panipahan sehingga timbul saling curiga  puncaknya tentera ALRI datang ke Bagansiapiapi .

Di Bagansiapiapi ALRI dibantu oleh Barisan Rakyat Kubu  di kerahkan oleh Datuk Harunsyah dan Abdurab bersama Bupati Agus Ramadhan,Kepala polisi Syamsu berunding untuk menyelesaikan masalah resolusi Kubu.

Golongan tauke-tauke China Bagansiapiapi curiga dengan kedatangan tim dari Kubu tersebut.

Penduduk Tionghua Bagansiapiapi sudah pula membuat tulisan-tulisan di dinding, tembok membuat  situasi mulai memanas di Bagansiapiapi.

Apa lagi orang China di Bagansiapiapi enggan menaikan bendera Merah putih dan memilih menaikan bendera Khomintang atau bintang dua belas.

Pemuda dan warga Bagansiapiapi marah dan memprotes dengan menebang tiang-tiang bendera di rumah warga Tionghua saat ini,Bagansiapiapi mulai bergejolak dalam hitungan jam percikan komplik mulai terlihat.

Sementara itu atas keputusan rapat rakyat Kubu ,Ibu kota negeri Kewedanaan Bagansiapiapi di pindahkan ke Kubu ,Camat Datuk Harunsyah memegang jabatan Weedana,Abdurrab menjadi Camat Bangko.

Untuk merebut Bagansiapiapi Datuk Harunsyah dengan anggota KNI seperti Abdurrab,Buyung Katubah,Ibrahim Tahir dan Daud sudah di bentuk juga di Kubu.

18 September 1946 terjadilah peristiwa berdarah peristiwa Bagansiapiapi Kedua di sini meletus pertempuran antara warga Tionghua, dengan Barisan pejuang rakyat Bagansiapiapi.

Lokasi pertempuran di simpang Tangko (kini Satria Tangko Bagan Jawa) di mana pertempuran tak terhelakan barisan ulama dan masyarakat maju menerobos Kota Bagansiapiapi.

Banyak korban jiwa di perkirakan 100 orang meregangkan nyawa misalnya ada pegawai tertembak,di bacok dengan samurai,tombak.

Gugurlah saat itu Hasyim (Kondektur Laut),Abas ST Mantari,Yahya (Mantri Kehutanan),R.Samakun (pegawai pajak candu),Muktar Siregar (pegawai Bea Cukai),Iskandar Hutabarat (Kepala Kehutanan),Andiana Pohan (guru),Ganti (Pegawai Rumah Sakit),Kadibo (kepala penjara),Jakfar,Samat,Hasan,Musa Tenggang,Simin,Bakar, (Polisi berpangkat Agen).

Sedangkan yang di nyatakan hilang dan tidak pernah di temukan adalah Supardi (Pegawai Kantor Pos),Basir (Pegawai Listrik/kini PLN),Datuk Zainal Abidin (Camat) sedangkan warga atau rakyat biasa tewas sekitar 30 orang.

Sedangkan di pihak Tionghua dalam peristiwa Bagansiapiapi ini di perkirakan yang menjadi korban 10 kali lipat atau sekitar 1.000 jiwa.

Sementara warga lainya memilih mengunsi meninggalkan Bagansiapiapi dengan apa adanya seperti ke labuhan Tangga,Tanah Putih dan Bagan Sinembah melintasi hutan dan rawa dengan membawa perlengkapan ala kadarnya saja demi untuk menyelamatkan diri dari peristiwa berdarah tersebut.

Kaitanya tidak hanya di Bagansiapiapi tapi juga meluas ke Panipahan dan Pulau Halang mayat bergelimpangan di sana-sini,maka Bagansiapiapi menjadi sunyi warga memilih menyelamatkan diri namun perlawanan tetap terjadi secara sporadis.

3 Oktober 1946 rombongan dari Pekanbaru datang ke Bagansiapiapi dan tanggal 4 Oktober 1946 turun perintah menghentikan perlawanan dari penduduk Indonesia terhadap Tionghua.

Rombongan dari Sumatra Timur datang ke Bagansiapiapi tanggal 6 Oktober 1946 termasuk Konsul China di Medan perundingan berlanjut.

Tanggal 9 Oktober 1946 barulah ada kesepakatan membentuk sebuah komisi untuk Bagansiapiapi di namakan Badan Keamanan Bagansiapiapi .

Badan Keamanan Bagansiapiapi di tetapkan dengan Ketetapan Gubernur Sumatera Nomor : 2 Tanggal 11 Oktober 1946 .

Ketetapan Gubernur Sumatera Nomor : 2 Tahun 1946 tanggal 11 Oktober 1946 ini di tanda tangani juga oleh Konsul Tionghua di Medan Mr.Lee Tevh Guan.

Hasilnya 13 Oktober 1946 suasana Bagansiapiapi kembali normal dan hasilnya pada 17 oktober 1946 di adakan Pelantikan Badan Kewedanaan Bagansiapiapi dengan Walil Residen Riau saat itu.

Susunan Badan Keamanan tersebut dengan Ketentuan Wakil Gubernur Sumatera Nomor : Tanggal 11 Oktober 1946 sebagai berikut :

Ketua I  : BA Muchtar (Wakil Residen Riau)

Ketua II : Liem Beng Phie (Wakil Konsul Tionghua Bagansiapiapi,Anggota Pihak Indinesia : Datuk Mangku (anggota legislatif DPR Riau),Datuk Comel (anggota DPR Riau dan Camat Bangko),Jusuf (Pemeriksa/Pengawas Sekolah Bagansiapiapi),MD. Tambunan (Wedana Adahan).

Sedangkan Pihak Tionghua : Oei Tek Sek (Setia Usaha/Sekretaris Gabungan Tionghua Perantauan),Tan Chuan Pok (Ketua II Gabungan Tionghua Perantauan),Oei Han Oei (pengurus gabungan Tionghua Perantauan) dan Tie Hak Seng (Bekas Wijkmeester Sinaboi).

Bagansiapiapi mulai saat itu kembali kondusif normal dan mulai menggeliat kembali dan hidup berdampingan dengan baik dan saling bahu membahu membangun Bagansiapiapi sebagai kampung halamannya Sampai Saat ini.

 

Bersambung

Refrensi Buku tulisan : BA.Muchtar ( Wakil Residen Tiau/Ketua I Badan Keamanan Bagansiapiapi dengan Editor Prof.dr.H.Tabrani dan testimoni beberapa orang pelaku sejarah dan mantan PMI Bagansiapiapi.