Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 9 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Dalam keterangan persnya, Kapuspenkum Kejagung Dr Ketut Sumedana Kamis (4/4/2024) menjelaskan, adapun ke 9 perkara yang dihentikan berdasarkan Restoratif Justice yaitu:
1. Tersangka Heru Rahman bin (Alm.) Helmi dari Kejaksaan Negeri Lebak, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
2. Tersangka Effendi Taruna Ad (Alm.) Sadikun Tjoa dari Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Tan Andri Wijaya alias Andri anak dari (Alm.) Atek dari Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka I Natalen Swingly Yalmaf alias Alen anak dari Leo Yalmaf dan Tersangka II Masdar alias Masdar bin Abdul Rais dari Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
5. Tersangka Yehezkiel Yahya Liwutang alias Kiki Rein Hardi Liwutang dari Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
6. Tersangka Zainal alias Bengnga bin Takkelle dari Kejaksaan Negeri Wajo, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
7. Tersangka Valentino Harimurti Youwe dari Kejaksaan Negeri Jayapura, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
8. Tersangka I Eko Haryanto bin Mujiono dan Tersangka II Niken Rifkiawan bin Sutopo dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu Timur, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) Kk-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
9. Tersangka Meni Rusidah binti (Alm.) Sulim dari Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Kemudian di sampaikan Ketut, alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, pungkasnya. (Suriman)