Jakarta- Dosen Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia, Dr. Fernando Silalahi, SH. MH meminta Komisi III DPR RI untuk melibatkan semua elemen masyarakat, akademisi, praktisi hukum dan lembaga negara lainnya dalam pembahasan uji publik Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sebelum di undangkan.
Uji publik RUU KUHAP ini sangat perlu dilakukan, sehubungan klausal dalam pasal per pasal yang tercantum di dalam RUU KUHAP, yang dapat merugikan masyarakat pencari keadilan, harus mengedepankan ketentuan hukum, koordinasi antar lembaga, asas praduga tidak bersalah dan perlindungan Hak Asasi Manusia.
“Dalam draft RUU KUHAP yang beredar, tindakan penahanan maupun penangkapan oleh penyidik dalam proses penyelidikan seharus belum boleh dilakukan. Karena masih dalam pengumpalan bahan, keterangan dan alat bukti. Bila penangkapan dan penahanan dipaksakan, makam dapat dikategorikan pelanggaran HAM dan melanggar asas praduga tidak bersalah,” ujar dosen Program Pascasarjana FH UKI, Fernando Silalahi kepada wartawan, Kamis 27 Maret 2025.
Asas praduga tak bersalah, atau presumption of innocence, adalah prinsip hukum yang menyatakan seseorang dianggap tidak bersalah sampai ada bukti yang sah dan meyakinkan yang membuktikan sebaliknya, dan putusan pengadilan yang menyatakan bersalah telah berkekuatan hukum tetap.
“Penyelidikan bisa melakukan penangkapan atas izin penyidik, norma dalam KUHP hal ini tidak boleh, bukan penegakan hukum dalam pro jusitia. Penyelidikan tidak boleh melakukan penangkapan. Kecuali tertangkap tangan,” tegas Fernando Silalahi.
Fernando Silalahi yang juga advokat ini mengingatkan, bila memang dalam proses penyelidikan pengumpulan bahan, data dan keterangan, terduga harus diamankan atau ditangkap, prosesnya harus terlebih dahulu memperoleh izin dari pengadilan.
“Dalam penyelenggaraan peradilan baik pada tingkat penyidikan, penuntutan maupun pengadilan wajib memperhatikan dan mempertimbangkan Hak-hak Asasi dari tersangka,” ujar Fernando Silalahi.
Aturan soal penangkapan bakal mengalami perubahan dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang sedang dibahas oleh Komisi III DPR RI. Dari draft RUU ini, ada beberapa pasal yang mengatur tentang penangkapan, yakni :
Pasal 87
(1) Untuk kepentingan Penyidikan, Penyelidik atas perintah Penyidik berwenang melakukan Penangkapan.
(2) Untuk kepentingan Penyidikan, Penyidik dan Penyidik Pembantu berwenang melakukan Penangkapan.
(3) PPNS dan Penyidik Tertentu tidak dapat melakukan Penangkapan kecuali atas perintah Penyidik Polri.
(4) Penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan bagi Penyidik Tertentu di Kejaksaan Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut.
Penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana berdasarkan minimal 2 (dua) alat bukti.
Pasal 89
(1) Penangkapan dilakukan oleh Penyidik dengan memperlihatkan surat tugas kepada Tersangka.
(2) Selain surat tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyidik harus memberikan surat perintah Penangkapan kepada Tersangka yang berisi:
a. identitas Tersangka;
b. alasan Penangkapan;
c. uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan; dan
d. tempat Tersangka diperiksa.
(3) Tembusan surat perintah Penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) harus diberikan kepada Keluarga Tersangka atau orang yang ditunjuk Tersangka paling lama 1 (satu) Hari terhitung sejak Penangkapan dilakukan.
(4) Dalam hal Tertangkap Tangan, Penangkapan dilakukan tanpa surat perintah Penangkapan.
(5) Pihak yang melakukan Penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti kepada Penyidik atau Penyidik Pembantu.
Pasal 90
(1) Penangkapan dilakukan paling lama 1 (satu) Hari, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang.
(2) Dalam hal tertentu, penangkapan dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) Hari.
(3) Kelebihan waktu Penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperhitungkan sebagai masa Penahanan.
Pasal 91
(1) Penangkapan tidak dapat dilakukan terhadap Tersangka yang disangka melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya hanya pidana denda paling banyak kategori II.
(2) Dalam hal Tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memenuhi panggilan Penyidik secara sah 2 (dua) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, Penangkapan dapat dilakukan.
Sebagai informasi, denda kategori II yang dimaksud dalam pasal 91 draf RKUHAP itu merupakan ancaman denda yang diatur dalam UU KUHP nomor 1 tahun 2023. Nilai denda kategori II itu Rp 10 juta. UU KUHP yang diundangkan pada 2 Januari 2023 itu akan berlaku pada 2 Januari 2026.
Pasal 16
(1) Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan penangkapan.
(2) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan penangkapan.
Pasal 17
Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Pasal 18
(1) Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.
(2) Dalam hal tertangkap tangan penangkapan-dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat.
(3) Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.
Pasal 19
(1) Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dapat dilakukan untuk paling lama satu hari.
(2) Terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan penangkapan kecuali dalam hal ia telah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan itu tanpa alasan yang sah.
Jika dibandingkan, draf RKUHAP mengatur lebih detail urusan penangkapan. Misalnya, draf RUU KUHAP mengatur tentang siapa saja yang berhak melakukan penangkapan, termasuk pengecualian untuk penyidik di Kejaksaan Agung, KPK dan TNI AL.