3 November, 2024
AYo Berbagi

Direktur TP Oharda JAM Pidum setujui 5 Pengajuan Penghentian Restorative Justice 

Jakarta – Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (TP Oharda) Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAM PIDUM) Nanang Ibrahim Soleh, S.H., M.H. memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 5 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

Hal itu disampaikan oleh Kapuspenkum Kejagung Dr. Ketut Sumedana Selasa (13/5/2024). Dalam keterangan persnya disebutkan, Adapun ke 5 permohonan yang disetujui yaitu:

1. Tersangka Alfian Haris bin Suyatno dari Kejaksaan Negeri Tapin, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

2. Tersangka Gio Fernandes pgl Andes bin Syahbudin dari Kejaksaan Negeri Dharmasraya, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

3. Tersangka Ewin Saputra Siburian pgl Ewin dari Kejaksaan Negeri Dharmasraya, yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan jo. Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

4. Tersangka Oyorlis Boi bin (Alm) Mulianis dari Kejaksaan Negeri Dharmasraya, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan .

5. Tersangka Cherolus Pelealu dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

1. Tersangka belum pernah dihukum;

2. Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

3. Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

4. Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

5. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

6. Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

7. Pertimbangan sosiologis;

8. Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, Direktur Tindak Pidana Oharda memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, tutup Ketut Sumedana. (Suriman)